Sudah tiba
waktunya untukku melambaikan tangan. Padamu yang pernah mendekapku diam-diam
dalam sebuah perasaan yang penuh arti. Mungkin kamu tidak tahu. Mungkin hanya
aku yang menginginkannya begitu. Tetapi, percayalah, keberadaanku yang selaik
mirat ini begitu nyata di semestamu.
Aku memanggil detik kembali pulang. Setelah sekian
lama menjauh, membuat jeda di antara kita seperti selamanya. Pun dengan Tanggal
yang kembali kububuhkan ke dalam perjalananku.
Kita sudah sampai di satu titik di mana tiada lagi yang
tersisa untuk dikenang. Tiga tahun aku menunggu, tidak peduli hujan kian
menderas atau matahari membakar semua harapan menjadi debu-debu penyesalan.
Benarkah aku menyesal?
Kamu akan paham bila saja kamu mau menjadi aku—satu
hari saja. Bagaimana merindu dalam jarak yang membuatmu tak menemukan aku.
Bukankah dulu pernah kuselipkan secarik kertas padamu
bahwa suatu waktu nanti bila ternyata pilihanmu itu salah, aku (masih) di sini
menunggumu?
Dan ternyata, waktu itu takpernah datang. Meskipun
angin berkata padaku bahwa kamu sekarang sudah siap memulai perjalanan kembali,
tetap saja: kamu takkan mendayung sampan ke samudra perasaanku.
Kamu hanya berdiam diri di sana. Mungkin mencari tahu,
samudra mana yang hendak kamu tuju? Kenanganku padamu (pernah) terjun bebas.
Berharap kamu mau memeluknya ketika ia tepat jatuh di pelukanmu.
Tetapi,
segala punya titik. Pun kita.
Aku lelah. Dan, untuk kali kedua, aku harus berhenti
dan mempertanyakan ini semua.
Jakarta,
31
Desember 2017 | 02.44
0 comments:
Post a Comment