Photo by Osman Rana from Unsplash.com |
Dulu,
aku tidak bisa membuat sepotong imaji perihal semestaku tanpamu. Aku akan terus
menyangkal bahwa semesta itu selaiknya sebuah puzzle, dan keberadaanmu
ialah kepingan terakhir; kepingan penyempurna. Empat tahun penantian membuat
keyakinan itu kian mengakar bahwa suatu waktu nanti, kita akan merajut temu
lalu menyampaikan isi perasaan satu sama lain.
Namun,
pada akhirnya ada seseorang lain yang menggantikanku untuk mencipta pertemuan
itu. Seseorang yang datang mengetuk pintu hatimu dengan keyakinan lebih dari
apa yang kumiliki. Dengan janji lebih dari yang bibirku mampu ucapkan.
Di
detik itu, aku sadar betul bahwa yang kamu butuhkan hanya satu langkah besar di
antara semua orang yang berbaris menanti pintu hatimu dibuka seluasnya. Satu
langkah yang tak mampu kuberikan.
Butuh
ribuan detik untuk bisa melupakan dan melewatkan luka di hari itu. Membuka
bebat harapan yang robek ketika senyum bahagiamu tidak tersemat untukku. Aku
terus bercerita; berulang kali. Hanya dengan begitu, aku sadar jika menemukan
tidak sekadar mencintai dalam diam dan menunggu waktu yang tepat.
Sesungguhnya,
tiada yang disebut dengan waktu yang tepat. Takkan ada waktu yang tepat, jika
pada akhirnya tiada langkah yang kuciptakan untuk menuju perasaan seseorang.
Untuk itu, aku berusaha untuk mengubah arah pandangku sendiri dan belajar lebih
dewasa lagi. Ya, terkadang perpisahan mampu menjadi cara untuk mengubah
seseorang menjadi lebih baik lagi.
Termasuk
aku.
0 comments:
Post a Comment