Perjalanan menemukan selalu menyelipkan pelajaran-pelajaran baru yang bisa dipetik. Kehilangan, kepergian, kedatangan, hingga penantian. Semuanya saling bertemu di relung perasaan ini. Entah sudah berapa banyak nama yang bergantian mengisi, sedangkan pemiliknya hanyalah seorang pengecut yang tak berani menyematkan nama itu di dalam kenyataannya–aku.
Mencintai memang bukan perihal mudah. Seperti yang selalu kutuliskan bertahun-tahun lamanya, cinta bisa datang tiba-tiba; menjalaninya tidak bisa secukupnya saja. Butuh langkah yang besar dan rindu yang berat, seperti kata Dilan.
Bodohnya, aku begitu percaya pada picisan muda itu. Konyolnya, ia benar.
Kini, setelah seseorang yang (pernah) begitu lama mengiringi perjalananku telah memilih jejalanan yang lain, aku berusaha untuk memulai langkah kembali. Memulai perjalanan untuk menemukan “kamu”. Di setiap tempat yang kusinggahi, aku berpikir barangkali “kamu” memang ada di sana.
Siapa pun boleh menuduhku enggan beranjak; sebaliknya, aku takpernah benar-benar bersandar–di samudra perasaankulah, aku menyandarkan kenangan dan rindu atas seseorang. Di sana, tiada sesiapa pun yang bisa mengetahuinya.
Untuk itu: mencintaimu, aku berusaha. Seseorang yang kutemui entah di tengah hujan atau teriknya panas yang mengantarkan kita berteduh di tempat yang sama. Bodoh, bukan? Berharap segalanya bergerak serupa layar lebar yang menampilkan kisah roman picisan.
Namun, tiada yang menahu muara dari perjalanan ini. Tiada yang menahu, ke mana takdir membawaku berlabuh. Yang jelas, menemukan “kamu” ialah inti dari perjalanan ini. Meskipun sulit; meskipun aku harus terluka.
Jakarta,
20 Mei 2019
0 comments:
Post a Comment