Bukankah
dulu kita pernah menginginkan hal yang sama—bertahan dan tidak pergi lagi? Aku
pernah membenci waktu untuk itu. Menyusupkan semua kebahagiaan ke dalam
kepalaku seperti racun; menggeliat dari satu saraf ke saraf lainnya hanya untuk
terus menjaga ingatanmu. Bahkan setelah dalam diammu, aku tahu bahwa kata
“kita” sudah terbakar menjadi abu, ingatan itu masih membekas di dalam
pikiranku. Jadi, sah saja aku mengambil langkah pergi. Aku tidak perlu
membicarakanmu lagi.
Ya,
aku baik-baik saja—kamu takperlu menanyakannya.
0 comments:
Post a Comment