Hujan
semakin deras. Derap langkahku terhenti oleh badai yang berkecamuk di dalam
dada. Tubuhku kuyup oleh kenangan yang menghunjam sepagian ini. Mengapa aku
merasa sepatah ini karena kamu yang taklagi kumiliki? Dan jawaban itu masih
sebuah misteri yang takterpecahkan.
Aku
selalu percaya bahwa selalu ada kesempatan untuk kita. Meski detik sudah
bergerak menjauh, spasi menjadi pemisah antara dua perasaan yang (dulu) pernah
saling memiliki namun jeda pun hadir untuk memporaporandakannya. Aku selalu
percaya bahwa tidak ada yang menahu perihal takdir.
Dan
itu pula yang menghantam dadaku saat angin berbisik perihal pilihanmu dan itu
bukan aku. Menjadi pihak yang memendam tidak pernah bergerak dengan baik
untukku. Pun dengan lidahku yang begitu kelu kala menyapa namamu, dan tidak
lebih dari sekadar sujud di sepertiga malamku.
Ya,
Puan. Dadaku remuk. Harapanku patah berkeping-keping. Jatuh berserakan di atas
kenangan yang bahkan masih hangat. Sampai suatu titik, ternyata aku harus
benar-benar menyerah. Padahal aku begitu yakin di perjalanan pencarian baru
ini, mungkin kamulah jawabannya.
Tuhan
telah menjawab, dan bukan kamu ternyata perempuan yang dijanjikanNya.
Bogor,
11
Juli 2017
0 comments:
Post a Comment