Pertanyaan
itu yang selalu kuajukan pada diri sendiri, setiap memandangi siluet-siluetmu
di antara tumpukan kenangan yang kususun tak keruan di dalam rak penyesalan.
Mungkin aneh jika aku bertanya seperti itu tapi yang kubuka adalah rak
penyesalan. Aku sadar betul jika satu-satunya hal yang kusesali adalah tidak
mengatakan apa pun padamu.
Pernah
suatu hari, ketika dingin menyelusup dan pekat malam menyelimuti, aku duduk
sendirian di bangku besi karatan stasiun kereta. Menatap bangku kosong yang
sama di seberang, berharap kau duduk di sana. Namun hanya ada kesepian
menemaniku semalaman ini. Dan ketika subuh singgah, aku akan meninggalkan
harapanku bersama sepi di bangku itu.
Akankah kau berpaling sejenak dan
tersenyum padaku?
Pertanyaan
itu yang selalu kuajukan pada diri sendiri setiap hari. Saat aku jelas-jelas
berada di sekitar kehidupanmu, namun seperti udara yang kauhirup: takterlihat.
Aku belajar beberapa hal darimu. Bahwa menautkan perasaan tidak semudah itu.
Entah kau yang terlalu sulit untuk ditelusuri atau aku yang memang takpantas
untuk sekadar mengetuk pintu hatimu.
Dari
bilik matamu, aku yakin, sesekali biru langit yang bersemayam di sana memanggil
hujan datang. Aku melihatmu satu-dua kali bergerimis di taman pinggiran kota,
sendirian, mengenakan parka cokelatmu. Kulihat kau menggenggam sepucuk foto seseorang
dan takhentinya mendongak pada langit seakan kau hendak mengutuknya.
Aku
tahu perasaan itu. Kira-kira jika suatu hari nanti kau akhirnya melihatku,
seperti itulah yang kurasakan saat almanak berganti, tahun meliuk, dan aku
mungkin sudah menghilang dari hidupmu. Mengungkapkan tidak semudah itu, dan
menautkan perasaan untukmu, semenyesakkan ini. Aku melihatnya, saat jarak
terpasung dan satu per satu orang menyatakan setiap aksara bahagia padamu.
Aku
tahu, kau akan memilih salah satu, dan itu bukan aku. Takpernah bibir ini
memuntahkan semua rasa sesak: entah rindu atau lambaian api di dalam dada
karena takpernah bisa jujur di hadapanmu.
Akankah kau melihat wajahku walaupun
sekali saja? Akankah kau berpaling sejenak dan tersenyum padaku?
Ah,
bodoh sekali aku bertanya. Aku lupa, jika kini aku sudah menjelma menjadi
dingin yang menyelusup dan pekat malam yang menyelimuti kalau kau terlelap.
Memendam tiap sesak dan rindu yang pernah mewujud dirimu dalam-dalam. Sehingga
kau takkan pernah sadar selamanya, jika aku pernah mencintaimu.
0 comments:
Post a Comment