Penulis:
Ahimsa Azaleav
Penerbit:
lampudjalan
Terbit:
2016
Karena semua masih dalam tanya
Dan kepastian belum ada
Jadi biarlah kumenunggu
Mengharap ikhlas dalam doa
Sajak yang
bagus untuk memulai cerita.
Pertama
saya dapat informasi mengenai buku ini muncul di peredaran, langsung tertarik
dengan desain sampulnya. Sederhana, tapi enak dipandang. Penggunaan warnanya
pun, ungu, cocok dengan penulisnya yang perempuan. Untuk para penggemar kisah
percintaan yang tidak melulu perihal kehidupan metropolitan, buku ini bisa
memberi jawaban. Buat para penggemar kisah romansa yang bernuansa “syariah”
tapi bukan kategori novel islami, buku ini bisa memberi jawaban.
Kisahnya
disampaikan melalui garis waktu bermula SMA dan kemudian berfokus di masa dewasa.
Buku Teka-teki Rasa bisa memberi sebuah pelajaran cara menyikapi sebuah pilihan
hidup. Bercerita tentang seorang Husna yang mencintai teman SMA-nya Hafiz,
namun perjalanan waktu belum cukup untuk menyatukan mereka. Ada perjalanan rasa
yang dialami keduanya, termasuk munculnya pilihan-pilihan dalam kehidupan
mereka. Bagaimana cara menyikapinya itulah yang menjadi konflik utama dari buku
ini. Dinamika cerita ini yang kemudian membuat saya tidak ingin melepaskan
detik begitu saja.
Membaca
buku ini saya teringat novel Tuhan Maha Romantis-nya Azhar Nurun Ala. Alur
ceritanya tidak jauh berbeda. Tentang penantian seorang lelaki pada wanita yang
disukainya lalu berakhir dengan hal yang bahagia: pernikahan. Lika-likunya pun
tak terasa berbeda sekali, di mana salah satu pihak ada yang menyesal. Jika di
buku Tuhan Maha Romantis saya menemukan tokoh calon istri Rijal yang dijodohkan
itu akhirnya ikhlas tidak jadi dinikahi, maka di buku ini saya mendapati calon
suami Husna yang menyadari bahwa hati calon istrinya itu masih tertaut pada
seseorang lain.
Saya
sampai perlu mencermati lebih dalam, kira-kira bagian mana yang bisa membedakan
dengan novel Tuhan Maha Romantis. Saya akui memang masalah orisinalitas ide
saat ini sangat sulit untuk benar-benar orisinil karena banyaknya karya dan
setiap penulis pasti pernah terinspirasi dari sebuah cerita. Kemudian, tokoh Husna
dan Hafidz sama-sama dibuat mau menunggu sehingga akhir cerita untuk saya bisa
ditebak. Karena saya juga menulis cerita serupa, jadi tahu jalan pikiran
penulis di buku Teka-Teki Rasa ini.
Saya
belajar beberapa hal dari karya Ahimsa ini: penantian, takdir, dan akhir yang
disemogakan. Saya sebagai manusia tahu bahwa takdir takbisa ditebak. Ke mana
arah hidup saya berlabuh, saya tidak tahu. Dan penantian itu tidak ada yang
sia-sia rupanya. Bahwa selama apa pun menanti, jika memang takdir setuju, akan
berujung pada akhir yang bahagia. Akhir yang selalu disemogakan dalam doa.
Mungkin,
novel seperti inilah yang dibutuhkan: sederhana, tapi dalam maknanya. Gaya
menulisnya pun enak dibaca, tidak terlalu kekinian sekali dan tidak terlalu
baku sekali. Bintang empat dari saya.
0 comments:
Post a Comment